[MPK] Rindu-rindu Merpati

1307696026755269645
Seperti doa yang aku ucapkan tadi malam, hari ini aku menjadi seekor Merpati yang berwarna hitam dihampir seluruh tubuhku. Sedangkan warna putih terselip pada ujung bulu sayapku dan juga bagian kepalaku. Dengan warna mata yang juga hitam, aku melesat ke angkasa. Sesaat mendapati tubuhku pagi ini telah berubah, meninggalkan rutinitas hidup yang begitu membosankan. Aku ingin terbang bebas kemanapun aku ingin. Menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajah dan bulu-bulu di seluruh tubuhku. Memandang dunia yang luas ini, menjadikannya terlihat begitu kecil.
Awalnya, aku mencoba seberapa jauh jarak yang bisa aku tempuh dalam setiap kepakan sayapku. Dan ternyata, lebih cepat dibandingkan melangkahkan kaki dengan berjalan. Aku berputar-putar mengelilingi tempat tinggalku, lalu menukik tajam dan seketika melebarkan sayap dengan kepakan cepat untuk berhenti dan bertengger di atap rumahku. Sungguh menakjubkan!
Kini aku terbang jauh menyusuri jalan-jalan yang aku kenal. Panas matahari begitu dekat, begitu terasa terik sinarnya. Hingga mampu membuatku merasakan lelah dengan cepat. Lalu berhenti sejenak di sebuah taman. Membasahi tenggorokanku dengan air kolam. Lalu hinggap diatas ranting pohon besar. Memandang sekitar… Lalu teringat kilasan masa lalu ditaman itu.
Kau tahu mengapa aku begitu ingin menjadi merpati hari ini? Selain karena bosan dengan rutinitas kehidupan yang aku jalani. Sebuah kerinduan membawa inginku untuk bisa sekedar mengenang kisah-kisah masa lalu yang hampir terlupakan. Apakah kau pernah merasakan kerinduan seperti itu? seperti itulah yang aku rasa saat ini.
Betapa kabar begitu ingin aku dengar tentang mereka yang pernah mengisi dan menggoreskan banyak kenangan dalam cerita hidupku. Kabar yang merupakan kumpulan tanya tentang kenangan itu.Bagaimana kabarnya? Jadi apa sekarang? Dengan siapa sekarang? Seperti apa rupanya sekarang? Dan masih banyak tanya yang mengantarkan doaku tadi malam.
Seperti di taman ini, ketika dulu aku selalu menikmati angin yang berhembus lembut di saat waktu sore mulai datang. Bersama seseorang yang begitu berarti bagi hatiku. Sekedar mengurai banyak cerita dalam percakapan, lalu diselang candaan yang menghadirkan gelak tawa dan senyuman. Sesekali terjebak dalam merona merah pipi. Diam. Tersipu. Kikuk. Sampai saat tangan saling menggenggam erat, seketika satu kecup terlepaskan. Ah, aku rindu sosok itu.
Beruntung Tuhan mengambulkan doaku tadi malam. Segera aku kepakkan lagi sayap untuk terbang menuju tempat dimana aku bisa memenuhi tanyaku akan dirinya. Semoga masih bisa aku dapati dirinya disana.
Sebelum langit menjadi kemerahan, bersusah payah ku kepak sayap ini menuju kerinduanku yang tertahan. Berharap cemas pada asa masa laluku. Dalam setiap kepakan sayapku, terbayang jelas sosok masa lalu yang ingin ku temui. Ah… aku tidak sabar bertemu dengannya. Beberapa menit lagi aku sampai ke sana, ingin segera aku melihat sosok itu. Semakin cepat ku kepakkan sayap. Dan berharap pada Tuhan, semoga kembaliku ini menjadi awal atas episode hidup terindahku selanjutnya.
Pandanganku tertuju pada satu tempat yang begitu aku kenal. Segera aku menukik turun, mendaratkan tubuhku pada tempat yang paling bisa melihat keadaan sekitar. Ya, sebuah kabel listrik yang berada tepat di depan rumah itu sepertinya tempat yang paling strategis untuk melihat dan memenuhi rasa rinduku pada sosok itu. Tidak berapa lama menunggu…
Ah.. akhirnya aku melihat punggung sosok yang kurindu itu. Tapi…hei, siapa yang berada disampingnya? Kenapa mereka berpelukan? Mereka melepas tawa dan sentilan manja di kening. Kecupan? Kecupan itu harusnya milikku! bukan untuknya! Ingin rasanya berteriak dan menghampiri. Tapi dalam wujud seperti ini? Aku tak tahu bagaimana menjelaskan semua, kenapa juga aku harus marah? Biarlah aku tetap disini, mengawasi mereka tak lepas pandang. Aku masih tidak menyangka apa yang ada dihadapanku. Kenapa benda di sebelah rongga dadaku sebelah kiri tiba-tiba sakit? Begitu menyesakkan aku rasa. Aku mencoba menarik nafas panjang agar nyeri ini hilang. Tapi sepertinya tidak berarti, perih itu masih ku rasa. Angin segar beserta embun pagi masuk di relung setiap kepak sayapku tidak cukup mampu menghalau hawa panas ini.
Kepalaku di penuhi banyak tanya yang ingin segera terjawab. Siapakah orang yang berada disampingnya itu? Apakah mereka benar-benar bahagia seperti yang tertangkap dalam pandangan mataku ini? Apakah aku harus kembali dan menampakkan sosokku di hadapan mereka? Entahlah…
Sepertinya aku mendapat karma atas masa laluku. Sekarang tokohku adalah tokohnya pada dua tahun silam. Sungguh aku terlalu egois, jika aku marah atas kemesraan mereka. Sungguh aku terlalu naïf, jika mengharap dia kembali dalam pelukanku. Tapi sungguh ini menyakitkan Tuhan…
Akhirnya aku putuskan untuk pulang. Tak terasa aku terlalu jauh terbang ke belakang, mengais kenangan dan membuatnya seolah nyata lagi. Namun semua tak terwujud. Aku meninggalkan dua sosok menyakitkan itu, dan dengan susah aku kepakkan sayap untuk kembali dalam sisa tenagaku. Perjalanan panjang sudah menanti di hadapanku. Inilah yang harus aku terima ketika memutuskan untuk kembali pada masa lalu.
Angin kembali terasa menerpa wajah dan tubuhku, semua kembali terlihat kecil dalam pandangan mataku. Dalam setiap kepakan, selintas bayangan senantiasa datang memenuhi isi kepalaku. Kenapa aku tidak bersyukur atas yang aku punya? Kenapa aku harus menjadikan serpihan kayu berubah menjadi pohon yang kokoh? Pastilah tidak mungkin, semua telah berlalu. Aku merindukan pulang…
Berusaha aku terbang untuk mencapai pulang. Pulang… satu kata yang benar-benar memaksa sayapku bergerak walaupun angin memaksaku untuk berhenti sejenak karena aku tidak ingin mati sebelum pulang. Aku berhenti bukan untuk kalah, aku berhenti untuk mencurangi angin penghalang kepakku.
Ah… akhirnya aku sudah kembali. Aku melihat tempat itu. Ingin segera ku cepatkan kepakanku. Aku sudah tidak sabar ingin menenggak air segar yang telah dia siapkan. Pasti sekarang dia merindukanku… Semoga dia benar-benar merindukanku.
Nah.. Itu dia… Aku sudah meihat punggung yang tak asing di mataku. Ingin sekali ku memeluk punggung itu sekarang. Tapi, masih pantas kah aku memeluk punggung itu? Perasaan bersalah menyeruak hebat di hatiku. Teganya diriku meninggalkan pemilik punggung itu. Padahal dia yang selalu menemaniku, dia yang selalu mengobati sayapku yang terluka. Dia yang selalu memberikan senyuman dan pelukan hangat saat amarah menguasai diriku.
Aku pelankan kepakan sayap ini. Aku masih belum berani untuk menemuinya langsung. Aku harus mengambil nafas panjang biar rongga dadaku berisi udara segar. Aku tidak ingin melihatku dalam keadaan kacau. Jangan sampai aku membuatnya khawatir.
Aku tertunduk diatas ranting pohon tua sembari mengatur nafas untuk bertemu dengannya. Ah… Dia mengetahui keberadaanku. Dia mendongah dan menatapku dengan tajam berbalut cemas. Tanpa ragu dia menghampiriku, pelukan hangat ku terima di senja ini. Terasa hembus nafasnya memburu di telingaku, detak jantungnya berdetak sangat cepat, dia mengelap peluh yang menetes di dahinya.
“Aku mencarimu sayang, jangan terbang terlalu jauh. Aku merindukanmu”
Penulis No. 30: Desyach & Iin Aiy-aiy