Ibu, Maafkan Wening

13228337351095515359
Malam semakin dingin, kilatan petir melesat gemuruh mencekam. Wanita itu langsung beranjak kekamar mandi sesampainya dia menapak dirumah. Di bersihkannya tubuh yang penuh peluh dan bedak yang luntur akibat air hujan.
Terlihat sangat lelah tergambar di raut wajahnya walaupun sudah membersihkan diri. Berkali-kali dia menghela nafas, berkali-kali pula dia sering mengeluh. Disaat orang-orang sedang menikmati mimpi indah, dia harus dan masih bekerja.
Di bukanya pintu kamar, hanya selimut lusuh menyeruak acak , tempat tidur dingin dan beberapa potong baju masih bertengger di atas kasur. Dia masuk ke kamar anaknya, sambil merapikan tempat tidur Wening.
“Kemana kamu, Ning” gumamnya sendirian
Dia baru menyadari sudah hampir seminggu Wenign tidak pulang ke rumah. Dia menyesal tidak memperhatikannya ataupun mencarinya. Di dekapnya baju anaknya hingga tak terasa air matanya meleleh.
“Aku harus mencari anakku”
Keesokan harinya wanita tersebut bergegas ke sekolah Wening, sudah lama dia tidak menyambangi sekolahannya. Di saat pembagian rapornya pun dia tidak hadir.
“Bu..saya mau Tanya, apakah Wening berangkat sekolah akhir-akhir ini? tanyanya pada guru kesiswaan
“Maaf bu.. saya sebenarnya mau kerumah ibu untuk menanyakan hal ini, Kenapa Wening hampir satu minggu tidak berangkat sekolah, karena minggu depan dia ada lomba menulis cerpen tingkat kota. Tapi kata temannya dia melihat Wening ngamen di pusat kota Bu. Coba ibu cari kesana”
Wanita itu termangu dan mengutuk dirinya sendiri. Di pagi itu, dia memutuskan untuk libur kerja hari ini dan mencari Wening ke pusat kota dengan berjalan kaki. Di sambanginya beberapa anak jalanan di berbagai tempat tapi tidak satupun yang mengenal ataupun melihat Wening. Sampai senja dia memutuskan untuk kembali kerumah dan beristirahat karena kakinya sudah terlalu lelah untuk melangkah.
Tiba-tiba ada tetangganya yang datang menghampiri dengan wajah cemas dan takut.
“Mbak, sampeyan di goleki polisi, saiki kon lunga ning Rumah Sakit Kariadi keruang informasi kon goleki Pak Bambang.” katanya
Tiba-tiba jantungnya berdegup sangat kencang. Kenapa polisi mencarinya dan kenapa pula harus bertemu di Rumah Sakit. Hanya Wening yang ada diotaknya sekarang. Rasa lelah yang tadi bertengger di kakinya seketika hilang berganti rasa takut yang luar biasa. Dia bergegas meminjam motor tetangga dan pergi ke rumah sakit.
Tiba di rumah sakit dia lagsung menuju tempat informasi dan menanyakan orang yang di katakana tetangganya tadi.
Akhirnya sesok berseragam datang menghampiri. Dan di seragamnya tersemat nama Bambang Prasetyo.
“Pak, saya Indah yang tadi bapak cari”
“Oya ibu Indah ini punya anak yang bernama Wening?”
“Iya pak, kenapa dengan anak saya”
“Duduk dulu bu, kita mendapat laporan ada anak meninggal akibat konser musik yang terjadi di pusat kota, dia terinjak oleh para penonton lainnya. Tidak ada pengenalnya. Yang ada hanya tas dengan bertuliskan Wening Indah Purnama dengan alamat yang tertera. Coba ibu lihat apa benar ini buku anak anda?”
Seperti tersambar petir air matanya tak meleleh tanpa henti. Tanpa membuka bukupun dia sudah mengetahui jka tas hitam lusuh dengan jarum peniti itu adalah benar-benar milik Wening.
“Iya pak benar. Diaman Wening sekarnag Pak.. Dimana!” suaranya menjadi parau diikuti air mata berlinang
“Saya tunjukkan dimana anak anda”
Dibukanya kain putih yang menyelimuti tubuhnya, dia tatap dalam-dalam orang yang berada di balik kain itu. Dia berdoa kalau di balik itu bukanlah anaknya. Nafas wanita itu tersengal, dia membatu. Hingga tak kuasa kelopak mata menahan kesedihannya.
Benar, dia adalah Wening, anak perempuannya. Anak perempuan yang menemani hari-harinya.
Wanita tersebut histeris berteriak dan meminta maaf pada mayat mungil berusia 14 tahun. Wajah Wening yang kuning langsat berubah menjadi coklat lusuh dan beberapa lebam terlihat di seluruh wajah mungilnya. Tangan kecil berjari panjang lentik sekarang penuh dengan luka masih terlihat darah dari sedikit membeku.
Di peluknya mayat tersebut erat, dia berteriak sejadi-jadinya berharap anak gadisnya itu hidup kembali. Dia sangat menyesali apa yang telah di perbuat. Berpuluh-puluh kata maaf terus terlontar dari mulut wanita tersebut. Polisi pun memapah wanita tersebut untuk menenangkan diri dan mengajaknya duduk diluar kamar mayat.
“Bu… tenangkan diri ibu dulu, ini silahkan diminum”
Wanita itu hanya menangis dan menerawang entah kemana, dia belum bisa menerima bahwa anak gadisnya telah meninggalkan dia selamanya. Dia sudah tidak sanggup untuk berjalan berdir dan serasa ingin menyusul Wening.
Setelah beberapa menit, lenguhan nafasnya sudah mulai berirama. Diambilnya tas yang berisi buku-buku sekolah. Dia ingin mengenang Wening, di bukanya buku satu persatu diamati tulisan anaknya yang rapi dan beberapa nilai yang bagus bertengger di beberapa halaman. Dia menyesal selama ini dia tidak pernah melihat atau menanyakan tentang nilai-nilai atau pelajaran apa yang dia dapat di sekolah. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri, kerja, kerja dan kerja.
Buku bersampul warna merah jambu bertabur gambar bunga-bunga kecil dan gambar boneka Barbie di tengahnya menyita penglihatanya. Di buka buku itu, dia sangat kaget dan merasa sangat pilu. Di halaman pertama buku, dia menulis namanya di pojok kanan bawah Wening Indah Purnama dengan tinta merah dan di tengah buku tersebut di tulis “Sangat mencintai ibu”
Tangannya gemetar dan bibirnya terkunci,perasaan penasaran menyelimuti perasaannya.dibuka halaman kedua
Dear,
Hari ini aku mendapatkan nilai bagus, untuk tugas mengarang bahasa Indonesia aku mendapatkan nilai 8 dan guruku menawariku untuk ikut lomba cerpen 2 minggu lagi.
Dear,
Hari ini ibu memukulku gara-gara aku tidak mencuci piring. Haha…memang aku pantas di pukul kok, aku tahu ibu tidak ada waktu untuk membersihkan rumah.Maaf ya bu…aku sayang ibu
Dear,
Aku merasa kasihan melihat ibu, pulang jam 3 pagi terus. Aku ingin membahagiakan dia kelak,aku ingin sukses kerja di perusahaan dapat gaji banyak. Dan ibu tidak akan pernah aku biarkan kerja.
Dear,
Malam ini aku melihat ibu menangis, ibu sedih sekali hatiku juga ikut sedih. Aku tahu pasti ibu memikirkan ayah, entah ayah tiriku yang tidak pernah pulang atau ayahku kandung yang pergi meninggalkanku dan ibu.Tuhan… jagalah ibuku buatlah dia senang.
Dear,
Aku takut dirumah jika ibu pergi keluar, aku takut dengan ayah tiriku. Dia selalu merayuku untuk membuka bajuku. Pernah pas malam-malam ibu belum pulang ayah datang kekamraku dan memeluk sambil meraba-raba kemaluanku, dadaku diremas-remas. Aku takut berteriak aku hanya diam saja. Aku tidak pernah cerita dengan ibu karena aku tahu ibu pasti tidak percaya dan aku yang akan kena marah. Aku juga tidak mau membuat ibu sedih. Aku takut dengan ayah.. Aku takut banget
Dear,
Aku sangat sedih sekali, ibu marah besar gara-gara aku meminta uang untuk beli seragam. Padahal seragamku sudah memudar warnanya. Sudah tidak putih lagi karena ini kan seragam pemberian mbak Erna tetangga sebelah yang sudah lulus SMA. Warna rokku juga sudah tidak biru tua lagi, reslitingnyapun sudah tidak bisa dirapatkan lagi, jadi aku harus menggunakan peniti dan bajuku sedikit aku plorotkan biar tidak terlihat celana dalamku. Aku ingin pas perlombaan aku punya seragam baru seperti yang lainnya.
Ibu tidak mempedulikanku. Dia langsung saja menamparkanku. Aku dibilang anak yang tidak tahu berterimaksih, anak yang menghabiskan duit, dan aku disuruh berhenti sekolah. Aku disuruh kerja seperti dia, menjadi pemandu karaoke dan melayani bapak-bapak. Aku tidak mau melakukan hal itu, Aku takut, aku tidak mau mengikuti kerja seperti ibu. Aku tidak mau. Jadi aku memutuskan untuk meninggalkan dia. Ibu, Maafkan aku….
Setelah menyelesaikan membaca tulisan Wening di peluknya buku itu dan dia menjerit menangis sejadi-jadinya dan mentololkan dirinya sendiri. Dia mngutuk dirinya ibu yang bejat! Hanya tangis sesal dan permohonan maaf yang bisa diucapkan kepada Wening anak gadis yang selalu mendoakan dan mencintainya.