{Hari Ibu} Seandainya Ibuku seperti Ibu Kalian

Hari Ibu hari yang paling aku benci, hari yang memuakkan. Enggan aku ingin hidup pada tanggal ini. Ingin aku mati pada tanggal 22 desember dan kembali hidup lagi pada tanggal 23 desember. Lagu bunda yang sering di koar-koarkan H- kesekian sebelum peringatan itu datang, benci. Muak!


Saat di sekolah bu guru menyuruhku membuat puisi tentangmu, hanya kertas kosong yang aku berikan padanya. Beliau bertanya kenapa aku tidak menulis, aku menjawab karena aku tidak ibuku.


Kata Eyang, ibu meninggalkanku pada umur 8 bulan begitu juga dengan ayah. Sekarang aku tahu, ibuku sudah kawin dengan lelaki yang entah siapa 4 kali dan ayahku menikah lagi sudah 3 kali. Nasib mereka pun aku enggan mencari, begitu juga mereka.


Berpuluh tahun aku hidup di jalanan, menggelandang bebas berselimut angin dan berteduh di reyot papan seng yang bergemuruh saat hujan tiba, di kejar satpam dan beradu otot dengan preman. Tidak ada celah diotakku untuk menangisi nasibku, apalagi memikirkan kalian, yang ada diotakku hanya bagaimana aku bisa hidup sampai besok.


Ada yang berelegi dan berpidato di otot membalut tubuhku ini, “aku adalah anak buangan” jadi aku selalu berfikir pantas aku mendapatkan skenario buangan seperti ini. Tindak kriminal pun sudah berpuluh kali aku lakukan, beberapa kali juga aku masuk dalam jeruji besi dan akhirnya tempat itu menjadi rumah keduaku. Dan aku selalu menunggu mereka menjenguk atau memberikan bekal makanan seperti mereka yang lainnya. Tapi, hampa…. Tidak ada satupun yang datang membawakan senyuman atau tangisan.


Ibu, tahu kah kamu aku menjual diriku untuk makan dan tahu kah engkau kalau di sini aku juga menggauli puluhan wanita seumuranmu? Tidak ingatkah rasa mual, kontraksi otot saat aku berada di rahimmu? Tidak terasakah perih saat aku keluar di dunia ini?


Banyak orang yang bilang aku berparas bagus dan mereka langsung beranggapan ibuku juga cantik. Tapi aku tak mampu berkomentar pujian yang mereka berikan… Entahlah!


Sering kali, depan kaca aku menerka siluet wajahmu, memegang hidungku bibirku dan mengusap pipiku. Apakah wajahmu seperti orang yang sedang bercermin didepan cermin ini?


Carilah aku bu, karena ingatanku tidak bisa menjangkau parasmu.