Traumaku

13031974221063427703
Dinginnya malam ini seperti menusuk sampai ke hatiku. Aku tidak sanggup berteriak karena aku takut. Aku takut budhe bangun dan mendengar teriakanku. Aku benar-benar takut…
Lama kelamaan tangan itu menjalar di pahaku, tangan dingin kekar itu mengelus-elus pahaku. Aku memejamkan mata pura-pura tertidur dan bersandiwara pada diriku sendiri kalau aku tidak merasakan elusan tangan kasar itu. Deru nafas terengah-engahnya juga terdengar di malam itu. Begitu keras menurutku. Kenapa mereka tidak bangun dan mendengarnya. Padahal tempat tidurku tak jauh dari mereka. Aku ingin berteriak karena tangan kasar itu semakin keras mencengkram pundakku. Dan tekanan di bawah pinggangku itu semakin keras. Sakit. aku merasakan cairan berlendir menempel ditubuhku. Kenapa pria biadab itu tega melakukannya. Aku sampai takut untuk bergerak dan membuka mata. Aku butuh tangan ayah untuk menghajar pria biadab ini. Aku butuh pelukan ibu.
****
“Perempuan penipu, aku kira kau wanita suci yang selalu menjaga kehormatan. Kenapa kau tega mengkhianati suamimu ini! Kenapa kau tidak jujur kepadaku!” teriaknya dengan keras
Aku hanya diam dan tertunduk dengan mengapit selimut putih bersih tanpa darah perawan yang tercecer. Aku membisu dalam malam dimana aku dan suamiku menikmati indahnya kecupan dan pelukan setelah lelah resepsi  seharian tadi.
“Kenapa kau tidak pernah jujur sayang, kalau kau sudah tidak perawan! Dengan siapa kau melakukannya! Aku jijik denganmu!” teriaknya seperti orang kesetanan tak terkontrol.
Nafasnya terengah-engah karena emosi yang meluap tanpa batas.
Akhirnya dia mereda. Diangkatnya daguku dan ditatapnya wajahku dengan penuh air mata. Dengan lembut di singkirkan rambut yang menutup wajahku.
” Sayang…aku mencintaimu dengan seluruh kesederhanaanmu, keluguanmu dan kebaikanmu. Dan aku kecewa dengan kenyataan ini. Kenapa kau tidak bilang dari awal” tanyanya rendah menahan amarah.
” Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu, aku begitu takut untuk menceritakan semuanya.”
“Sekarang kau bisa cerita. Aku akan menerima apapun itu. Maaf jika aku terlalu kasar padamu sayang”
Dikecupnya keningku. Peluh amarah masih terasa dan degup jantung yang membara masih bisa kurasakan dalam pelukan itu.
“Aku tidak ingin menceritakannya karena aku tidak ingin kejujuranku menyakiti perasaan yang lainnya”
” Maksud kamu bagaimana?”
“Orangtuaku juga tidak mengetahui hal ini. Siapapun tidak ada yang tahu kecuali aku dan dia”
” Dia siapa?’
” Suami budhe”
” Maksudmu?”
” Waktu itu umurku 10 tahun. Dengan biadab dia meniduriku saat aku berkunjung ke budhe. Aku takut untuk cerita”
” Kenapa sayang kau tidak cerita? Biadab sekali! Tadi saat resepsi dia datang dengan muka manis dan memberikan selamat! Bajingan dia!”
“Aku trauma, aku takut… Jika aku cerita pada budhe, pasti mereka akan bercerai. Kau tahu kan kedua anaknya begitu dekat denganku. Aku tidak tega melihat mereka sengsara karena keegoisanku mengungkapkan segalanya. Waktu sudah tidak bisa kembali. Yang aku pinta, maafkanlah aku. Jaga rahasia ini dan jadilah suami yang bisa melindungiku dari ketertekanan mentalku ini.”
Di malam ini,  pertama kalinya aku menyaksikan suamiku menangis tersedu dan memelukku begitu kuat dan hangat
” Aku mencintaimu istriku, maafkan aku”